Masyarakat Minangkabau disamping berkelompok didalam persekutuan- persekutuan
Geneologis juga berkelompok dalam peraturan Territorial yaitu berdasarkan persatun
wilayah yang tertinggal.
Menurut LC Wastenenck tumbuhnya Nagari itu bermula dari Taratak, yaitu hutan yang
dibuka sebagai tempat berladang, Taratak itu kemudian berkembang menjadi Dusun,
Dusun itu kemudian dimekarkan lagi menjadi Koto, dari Koto dimekarkan menjadi
Nagari
Wastenanck membayangkan pertumbuhan nagari itu mirip dengan pertumbuhan kota
di Eropah yaitu dengan pola Invasi, sebuah Taratak tertentu memperluas wilayah dengan
menguasai daerah sekitarnya sehingga berubah menjadi Dusun dengan nama yang sama,
dengan nama taratak nya, sehingga taratak buluah .
Misalnya :
Barabah manjadi Dusun Buluah
Dusun itu kemudian menguasai lagi daerah-daerah sekitarnya sehingga berubah menjadi
Koto.
Misalnya :
Namanya Koto Buluah
Dan Koto itu kemudian dimekarkan lagi dengan menguasai daerah sekitarnya pula,
sehinggan berubah menjadi Nagari.
Misalnya:
Nagari Buluah.
Pandangan Wastenenck itu didasarkan pada pepatah adap Minang Kabau :
Taratak mulo dibuek
Dari taratak manjadi dusun
Dusun manjadi Koto
Koto manjadi Nagari
Sebetulnya pemahaman Wastenenck itu kurang tepat karena pertumbuhan nagari
bukanlah dengan pola Invasi tetapi pola Integrasi.
Pada awalnya memang sebuah keluarga ibu- ibu bersama saudara laki- lakinya membuka
tempat berladang yang disebut dengan taratak, misalnya dengan nama taratak A,
disamping taratak A muncul pula taratak B, taratak C dst
Beberapa taratak yang berdekatan menyatukan diri/ berintegrasi menjdai dusun L, di
sampingnya muncul pula dusun M dusun N, dusun O, yang kemudian menyatukan diri
pula, sehingga terbentuk koto R disamping Koto R terbentuk pula Koto S, koto T dst,
yang kemudian menyatukan diri menjadi sebuah Nagari misalnya Nagari Z
Berobahnya Koto menjadi Nagari setelah memenuhi syarat syarat nagari itu antara lain :
1. Syarat utama dari Nagari :
Yaitu adanya 4 suku di Nagari itu minimal pd awalnya memang 4 suku itu
Berupa 4 kelompok geneologis, tetapi masing masing suku yang yang
merupakan suatu kelompok geneologis, apa bila jumlah anggotanya
cukup besar akan pecah menjadi 2 atau lebih. Kelompok geneologis baru
dengan nama suku yang sama.
Ada pula disuatu nagari karna belum cukupnya suku menjadi 4 buah
masyarakat yang bersangkutan sengaja mendatangkan kelompok geneologis
lain, bagai mana suku yang berbeda kewilayah itu sehingga wilayah itu
dapat memenuhi syarat utama nagari.
2. Syarat-syarat tambahan antara lain :
a. Basawah Baladang :
Artinya :
Diwilayah itu telah terdapat wilayah pertanian berupa sawah
Lading.
b. Babalai Bamusajik :
Yang dimaksud balai adalah bangunan yang sengaja didirikan sebagai
tempat mengadakan rapat / musyawarah dari semua wakil suku, yang
disebut dengan pangulu, guna membicarakan masalah adat istiadat di
wilayah itu termasuk untuk mementukan Hukum Adat dalam wilayah.
Mereka yang dikenal dengan adat salingka nagari yaitu Hukum Adat yang
hanya berlaku diwilayah nagari itu.
Yang dimaksud degan musajik adalah tempat diadakanya syalat Jum’at
diwilayah yang bersangkutan karna musajik merupakan syarat nagari, maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat minang adalah menganut agama
islam sehingga orang yang menyebut dirinya orang minang selalu beragama
islam, kalau keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang minang
dan tidak diakui sebagai anak nagari
3. Balabuah batapian:
Yang dimaksud dengan labuah adalah:
Jalan yang menghubungkan antara kampung-kampung dengan pusat
nagari, dari dalam ungkapan ungkapan adat labuah itu selalu dihubungkan
dengan pasa yaitu labuah nan gadang, pasa nan ramai , sehingga yang
dimaksud labuah adalah jalan yang digunakan untuk trasportasi dari
kampung-kampung ke pasar, baik membawa hasil produksi maupun
membawa barang barang kosumsi masyarakat.
Yang dimaksud dengan tapian adalah :
Tempat mandi umum, masalah tempatnya tergantung kondisi nagari
itu ada yang dipinggir kali / dekat mata air karna ini merupakan
syarat nagari , berarti masyarakat sudah mengutamakan kesehatan.
4. Babalai babantiang :
Artinya hewan ternak, kerbau, dan sapi termasuk pula kuda, dulu
digunanan masyarakat sebagai alat bantu seperti untuk membajak
sawah/ untuk membawa barang barang ke pasar dengan menggunakan
kuda beban, pedati, alat untuk menarik kayu dsb.
Setelah terbentuknya Nagari, yaitu setelah dipenuhinya syarat syarat dari nagari
itu dan melalui musyawarah dari penghulu- penghulu senagari ditetapkan lah bahwa
wilayah itu merupakan sebuah nagari mereka, kepada mamak pimpinannya yang dulu
disebut dengan kapalo nagari /pangulu, karna dipilih oleh pangulu-pangulu senagari itu,
dari salah seoarang diantara mereka.
Dengan dipilihnya pimpinan dan dibentuknya struktur organisasi yang jelas ,maka
nagari itu merupakan sebuah persekutuan Hukum Adat,.karna itu berdasarkan dari
Hukum Adat nagari di Minangkabau dipandang sebagai persekutuan Hukum Adat
Geneologis matrinial Teritorial, yaitu sekelompok besar orang yang hidup dalam
kelompok-kelompok Geneologis matrilineal (suku) yang menyatukan diri menjadi
persekutuan territorial, karna kelompok kelompok geonologis itu bermukim di wilayah
yang berdekatan.
Berdasarkan pengertian itu nagari bukanlah sekedar suatu wilayah tetapi nagari
dalam masyarakat hukum adat (persekutuan Hk Adat) berupa himpunan orang yang
mengaitkan diri mereka dengan suatu wilayah tertentu walaupun dewasa ini mereka
tidak lagi bermukim diwilayah itu.
Tipe Nagari :
Sebagai sebuah sistim pemerintahan menurut Hk Adat Nagari di Minangkabau
dikelompokkan orang menjadi 3 macam:
I. Nagari dengan tipe Koto Piliang :
Menurut cerita turun temurun dalam masyarakat nagari dengan tipe ini di susun
oleh DT Ketumanggungan , istilah koto piliang berasal dari KK (koto pilihan)
artinya KK yang dipilih oleh penguasa yang tertinggi.
Ciri nagari dengan tipe ini sbb:
1. Sistim pemerintahan bersifat Aristokrasi dengan prinsip turun dari langit atau
bertangga turun , segala sesuatu yang akan dilaksanakan oleh rakyat
didasarkan kepada istruksi dari atas , yaitu keputusan dari pimpinan yang
tertinggi. Walaupun Nagari yang tipe ini musyawarah tetap dilakukan, namun
musyawarah hanya untuk memberi masukan berupa alternatif- alternatif
pilihan, sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan tertinggi dalam
mengambil putusan apa yang akan diputuskan tergantung pilihan pimpinan
yang tertinggi.
2. Suku dinagari ini merupakan persekutuan hukum adat Biologis yang dipimpin
oleh Panggulu Pucuak, sedangkan Paruik yang merupakan bagian dari suku
dipimpin oleh Panggulu Andiko. Karena itu wali nagari dengan tipe ini jumlah
panggulu pucuak sebanyak suku yang ada dinagari itu.
3. Balerong adat (tempat sidang perapatan nagari) mempunyai lantai yang
bertingkat, tentunya ada lantai yang lebih tinggi dibanding dengan lantai yang
lainnya + 20 cm. Dilantai yang lebih rendah duduk Panggulu Andiko, dan
lantai yang lebih tinggi duduk Panggulu Pucuak. Pertama- tama dilakukan
musyawarah, Pangulu Andiko mencari alternatif putusan, dan alternatif itu di
usulkan kepada Pangulu Pucuak dan itu dimusyawarahkan lagi dalam bentul
alternative pula untuk disampaikan pula kepada Wali Nagari dan itu
ditentukan oleh putusan Nagari.
II. Nagari dengan tipe Caniago:
Istilah budi Caniago berasal dari 3 kakak yaitu Budi- Candi- Tigo, artinya akal
sehat seperti ini. menurut cerita turun temurun , cerita ini berasal dari Dt
Parpatiah Nan Sabatang dengan ciri sbb:
1. Sistim pemerintahan Demokratis dengan prinsip naik dari janjang
/labusek dari bumi artinya, segala sesuatu itu berasal dari bawah
sehingga putusan akhir tergantung pada putusan musyawarah dengan
prinsip’’ bulek ayia kapanguluah, bulek kato kamufakat’’
2. Dinagari dengan tipe ini suku bukanlah persekutuan adat , tetapi hanya nama
keturunan dari beberapa paruik yang ada dinagari itu. Yang merupakan
persekutuan adalah paruik yang dipimpin oleh pangulu dengan status yang
sama , artinya tidak ada pangulu paruik dan Andiko yang ada hanya pangulu
saja.
3. Balerong adat Nagari dengan tipe ini mempunyai lantai yang datar,
sehingga tidak ada lantai yang tinggi dan lebih rendah , yang ada hanya
tempat kedudukan. Ada tempat duduk yang diatas ada tempat duduk yang
dibawah, tempat duduk dekat pintu masuk dipandang tempat duduk yang
paling rendah, dan yang berlawanan dengan pintu masuk tempat yang lebih
tinggi , tempat yang lebih tinggi duduk Pimpinan Parapatan Adap , seperti,
ketua ,mantri Keputusan diambil dengan cara musyawarah dan mufakat , apa
yang telah diputuskan dengan kesepakatan bersama adalah putusan akhir yang
harus dilegalisir oleh pimpinan rapat.
III. Pisang sikalek Hutan :
Yaitu Nagari yang tidak termasuk kedalam salah satu dari 2 tipe tsb dengan
prinsip ’’ Kt Piliang inyo indak, tibo di Caniago inyo antah”.
Nagari di Minangkabau sebelum Zaman Belanda.
Nagari sebagai masyarakat Hukum Adat, dan sebagai sistim pemerintahan adat
telah ada jauh sebelum masuknya Belanda di Minangkabau pada saat itu, nagari
merupakan negara-negara kecil yang berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri, sesuai
dengan asal usul dan adat istiadat setempat pada saat itu.
Masing masing nagari mempunyai struktur pemerintahan sendiri dengan membentuk
lembaga perapatan dengan disebut Karapatan Adat Nagari (KAN) yang angota
anggotanya terdiri dari wakil wakil semua paruik dan suku yang ada dinagari itu ,
sehingga dapat dikatakan Karapatan Adat Nagari itu sudah memiliki semua anak nagari
,pangulu pangulu, itu dipilih oleh keseluruhan anggota paruik nagari , salah seorang
anggota mereka yang dianggap patut /pantas. Karapatan Adat Nagari itu kemudian
memilih pimpinan nagari yang disebut dengan Kapalo Nagari , karna itu kapalo nagari
bertanggung jawab kepada Karapatan Anak Nagari hal demikian berlangsung lama.
Nagari pada zaman Hindia Belanda :
Setelah Belanda menguasai Minangkabau, terutama setelah berakhirnya perang
Padri pemerintah Belanda dengan Politik Opor tunyret tetap mengakui nagari dengan
manfaatnya. Sebagai pemerintahan terendah dengan cara mengeluarkan SK (Bisluit) dari
kepala- kepala Nagari untuk melaksanakan tugas pemerintahan yaitu untuk membantu
Belanda terutama dalam hal memungut pajak (Blasting), mengarahkan masyarakan untuk
rodi (kerja paksa), namun demikian Belanda tidak mengusik sistim pemerintahan nagari
sampai Indonesia mardeka.
Di dalam UU 1945 nagari tetap diakui menurut psl 18 :
Pembagian wilayah Indonesia berdasarkan daerah besar dan kecil dengan
memperhatikan sejarah dan asal usul masyarakat setempat. Menurut penjelasan psl 18
,wilayah Indonesia terdapat + 250 zelf Restuurend Volken Gemedue coverend, seperti
desa- desa di Jawa dan Bali ,kelurahan di Jakarta dan nagari di Minangkabau.
Berdasarkan itu nagari di Minangkabau tetap diakui sebagai daerah otonom yang
berpemerintahan sendiri , namun demikian karna Negara tunduk sebagai pelaksana
pemerintahan dilakukan pula peraturan- peraturan tentang nagari itu, misalnya pernah di
Minangkabau dimasing masing nagari dibentuk DPLN disamping karapatan Nagari yang
ada, Sehingga nagari sebagai pelaksana pemerintahan dipisahkan dengan nagari
persatuan adat .
0 komentar:
Posting Komentar