Sabilah pisau sirauik... panakiak batang lintabuan... silodang jadikan nyiru... Nan satitiak jadikan lauik... nan sakapa jadikan gunuang... alam takambang jadi guru...

Jembatan Beratap

Written By Unknown on Jumat, 04 Mei 2012 | 04.31







JEMBATAN BERATAP adalah bagian dari sarana transportasi publik di Minangkabau masa lampau. Di beberapa perpustakaan dan museum di Belanda ditemukan foto beberapa jembatan beratap di Minangkabau.
 Foto ini dibuat tahun 1900 di daerah Alahan Panjang, Solok. Tidak diketahui siapa nama mat kodak foto yang berkuran 8×11 cm. ini. Jembatan seperti ini mungkin dapat dibilang sebagai hasil teknologi orang Minangkabau asli. Seluruh konstruksi jembatan ini tampaknya dibuat dari kayu, dan atapnya dibuat dari sejenis daun kelapa atau rumbia.


Belum ditemukan penjelasan kultural mengapa dulu hampir setiap jembatan di Minangkabau diberi atap. Mungkin hal itu terkait dengan kenyataan bahwa pada zaman dulu kebanyakan orang bepergian dengan jalan kaki. Jembatan memberikan rasa nyaman dan adem, dan oleh karenanya menjadi semacam tempat untuk melepas lelah sesaat tanpa harus pergi jauh dari area/badan jalan. Jembatan, dengan demikian, adalah semacam ‘etape’ di mana seseorang yang sedang bepergian dapat berhenti sebentar untuk ‘mengukur’ jarak yang telah dan akan ditempuh. Bukankah sungai yang menyebabkan jembatan harus dibuat sering menjadi tanda perbatasan antara satu nagari dengan nagari lainnya?
Kelihatannya pada masa lampau jembatan adalah sebuah tempat yang menyenangkan. Lihatlah dua orang dalam foto di atas yang berhenti dan saling bertegur sapa di bawah lindungan atap jembatan. Agaknya pada masa lampau jembatan menjadi semacam tempat bagi para travelers – siapapun mereka: pengembara, musafir, pedagang, pelancong, dll. – untuk berkenalan, saling bertukar sapa dengan ramah dan bertanya dari mana datang dan hendak ke mana tujuan.
Kini Jembatan justru memberi kesan sebaliknya: keras, panas, dan gersang. Kesan itu asosiatif dengan bahan-bahan konstruksi jembatan modern, yaitu baja dengan warna kelabu yang jauh dari kesan cerah. Banyak orang justru ingin cepat-cepat menyeberangi jembatan, dan tak ingin berada lama-lama di atasnya. Mobil-mobil pun jarang yang memperlambat laju larinya ketika melewati jembatan.
Jembatan modern adalah representasi dari kebengisan teknologi Eropa. Dulu ada rumor bahwa di kaki jembatan-jembatan modern yang dibuat orang Belanda tertanam kepala manusia untuk memperkuat fondasi jembatan-jembatan tersebut. Rumor ini mungkin simbol dari kenyataan sejarah bahwa dulu banyak jembatan dibuat oleh Belanda dengan kerja rodi tenaga penduduk pribumi yang menimbulkan banyak kematian.
Jembatan beratap sudah menjadi kenangan sejarah bagi generasi Minangkabau kini. Ingin rasanya saya merasakan keteduhan jembatan seperti itu, mengaso sebentar untuk sekedar mengendorkan urat kaki, saat mentari sedang di ubun-ubun, sebelum melanjutkan lagi pengembaraan di dunia yang tak bertepi ini.


0 komentar:

Posting Komentar